BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Indonesa sebagai Negara
yang merupakan salah satu dari sekian banyak Negara di dunia yang menganut
system Demokrasi. Karena Negara demokrasi telah di anggap sebagai sebuah
ideology yang pantas di terapkan di Negara yang sudah berusia 69 tahun ini,
sehingga rakyat adalah sumber kekuatan terbesar dalam Negara Demokrasi.
Sebagaimana selogannya “Dari Rakyat, oleh Rakyat dan Untuk Rakyat”, sehingga
untuk menentukan pemimpin di tingkat daerah, provinsi maupun pusat ada proses
pemilihan yang dilakukan langsung oleh rakyat itu sendiri atau biasa disebut
Pemilu. Dalam pemilu terakhir kemarin yaitu pada masa pemilihan Presiden 2014,
banyak polemic di tubuh Negara Indonesia. Khususnya terkait masalah hukum atau
undang-undang yang terkait pemerintahan pusat maupun pemerintahan daerah. Dan
hingga saat ini pergulatan yang belum selesai di tubuh parlemen kita yakni dua
kubu yang semasa pemilu presiden 2014 belum mampu berdamai juga. Kubu yang
pertama ialah KIH (Koalisi Indonesia Hebat) atau pendukung Jokowi-JK sekaligus
Presiden yang sekarang terpilih, sebagai lawan politiknya ada pula kubu KMP
sebagai pendukung Prabowo yang gagal maju sebagai presiden Indonesia.
Hal yang paling sering
diwacanakan oleh media paska pengumuman hasil Pemilu presiden 2014 yang mulanya
masing-masing pihak mengklaim dirinya sebagai pemenangnya hingga proses
keputusan terakhir diputuskan oleh MK yang menyatakan bahwa dalam pilpres 2014
dimenangkan oleh kubu Jokowi-JK, karena mulanya pihak prabowo tidak terima
keputusan KPU sehingga membawa sengketa pilpres ke Mahkamah Konstitusi. Dan hal
yang di maksud ialah tentang RUU Pilkada yang selanjutnya di sahkan menjadi UU
Pilkada. Yang menjadi inti dari UU tersebut yaitu bahwa dalam pemilihan kepala
daerah itu di pilih oleh DPRD dan tidak dipilih langsung oleh rakyat, melainkan
secara perwakilan yang dipilih oleh anggota Dewan di Daerah. Memang banyak
menimbulkan kontroversi di berbagai pihak, tapi perlu kita sadari bahwa dalam
dunia politik suatu peraturan pasti memiliki tujuan-tujuan tertentu, baik
tujuan demi kebaikan bersama maupun tujuan demi kepentingan salah satu golongan
saja.
Dengan adanya
permasalahan tentang RUU Pilkada di atas, penyusun makalah ini merasa tertarik
untuk membahasnya guna memeuhi tugas mata kuliah ideology politik. Dalam pembahasannya, makalah ini akan
menggunakan sebuah teori yang dikemukakan oleh David Easton tentang Analisis
Sistem Politik. Karena menurut David Easton ide utama tentang suatu system
menyatakan bahwa kita dapat memisahkan kehidupan politik dari kegiatan sosial
lainya, tetapi harus dapat membedakan pula di dalam lingkungan mana ia bekerja.
Jadi, walaupun kehidupan politik dan kegiatan social dapat dipisahkan, namun
itu hanya di gunakan demi menganalisa keduanya. Dan pada dasarnya kehidupan
politik dan kehidupan social itu saling berkesinambungan. Sedikit menyinggung
masalah yang akan dibahas dalam makalah ini, penyusun akan menggambarkan
bahwasanya suatu peraturan itu akan menimbulkan atau mengakibatkan efek bagi
lingkungan yang ada dalam ruang lingkup dimana peraturan itu akan diberlakukan,
sehingga dalam kaitanya RUU Pilkada pastinya akan menumbuhkan suatu kebijakan
yang paling tidak akan mendapat
keuntungan bagi perancang undang-undang oleh penghuni Parlemen dalam hal ini
adalah para anggota Dewan.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Kerangka Teori
Sebagaimana sudah disinggung di
awal tadi, bahwa suatu kebijakan akan dapat memunculkan atau menumbuhkan suatu
efek bagi lingkungan yang terikat oleh kebijakan tersebut. Dalam kaitanya
dengan masalah RUU Pilkada yang sempat mewarnai sejarah Negara Indonesia,
penyusun makalah ini akan mengemasnya dengan
teori analisis system politik yang mana telah digambarkan oleh David
Easton dalam bentuk kerangka sebagai berikut :
LINGKUNGAN
![]()
![]()
ATAU
![]()
LINGKUNGAN
|
Dari
bagan atau kerangka teori di atas, terlihat bahwa suatu system politik berada
dalam lingkungan yang mana dalam kaitanya dengan perumusan RUU di atas, hanya
anggota DPR yang kuasa atas kebijakan yang akan ditelorkan menjadi
Undang-undang dan hal tersebut sudah jelas berada di lingkungan para anggota
legislatif, walaupun sebenarnya dan seharusnya DPR merupakan wujud dari
kekuasaan rakyat secara menyeluruh yang hidup di bumi Indonesia. Karena dalam sendiri
yang akan menerima atau mendapatkan akibat dari sebuah system politik atau
disebut dengan Out put, sudah tentu lingkungan memiliki tuntutan/usulan yang
akan di telorkan ke system politik dalam bentuk aturan, tuntutan/usulan yang
demikian disebut dengan In Put. Hubungan input dan output selalu timbale balik,
mungkin inilah yang dinamakan system demokrasi, bahwa DPR yang mengatasnamakan
Rakyat membuat suatu kebijakan yang sekiranya akan mendapat keuntungan dari
kebijakan yang dibuatnya.
B.
Intisari Pembahasan
Dalam kaitanya dengan RUU Pilkada
yang akan dikupas menggunakan teori sistemnya David Easton, penyusun makalah
ini akan memulai dengan membahas awal munculnya wacana tentang RUU Pilkada yang
mana intisari dalam permasalahan tersebut terletak pada pasal-pasal yang di
anggap dapat merugikan salah satu pihak yang ada di lingkungan anggota Dewan
atau biasa disebut anggota Legislatif yang bertugas sebagai perumus/ yang
membuat Undang-undang. Pada awalnya tujuan di buatnya RUU ini yang saat itu
sempat di ucapkan oleh Wakil ketua panitia kerja Rancangan Undang-Undang
Pemilihan Kepala Daerah Dewan Perwakilan Rakyat, Khatibul Umam Wiranu,
bahwasanya terkait RUU ini bertujuan untuk mencegah dan membatasi kemunculan
politik dinasti di Daerah. Dan menurut politisi dari partai democrat ini pula
dia mengatakan ada perbedaan pendapat terkait dengan mekanisme pemilihan kepala
daerah secara langsung oleh rakyat atau oleh wakil rakyat lewat DPRD. Enam
fraksi yang setuju pemilihan lewat DPRD, yakni Demokrat, Partai Persatuan
Pembangunan, Gerindra, Golkar, Partai Keadilan Sejahtera, dan Partai Amanat
Nasional. Sementara tiga sisanya, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Partai
Kebangkitan Bangsa, dan Hanura menginginkan pemilu kepala daerah langsung.
Sebagaimana kita ketahui bahwa Partai Persatuan Pembangunan, Gerindra, Golkar,
Partai Keadilan Sejahtera, dan Partai Amanat Nasional pada masa Pilpres mereka
membentuk KMP sebagai pendukung pasangan Prabowo-Hatta, dan sisanya mendukung
Jokowi-JK yang membentuk KIH. Menurut penyusun makalah ini, demi memfokuskan
pembahasan inti dari makalah ini ialah isi dari UU Pilkada tersebut. Dan yang menjadi titik terpenting menurut saya
adalah tentang pasal yang mengatur tentang mekanisme Pemihan Kepala Daerah yang
dalam pasal tersebut menyatakan bahwa Kepala Daerah di pilih secara langsung
oleh DPRD.
Sebagaimana kita Ketahui bahwasanya
hasil Pemilihan Umum yang di umumkan oleh KPU, dualism anggota dewan yang
hingga saat ini belum benar-benar bisa berdamai, kubu KMP mendapat 63.54% atau sekitar 352 kursi dari total keseluruhan
560 anggota dewan di DPR RI, dan Kubu KIH mendapat 208 kursi anggota dewan atau
sekitar 36.46%. hal ini pastinya juga mempengaruhi kedudukan anggota DPR
tingkat Daerah atau DPRD. Untuk pembahasan lebih lanjut akan di petakan
menggunaka kerangka teorinya David Easton berikut.
LEGISLATIF
KE PUTUSAN
ATAU
![]()
LEGISLATIF
|
Sebagaimana pembahasan di atas
bahwa KMP mendominasi kursi di Lingkungan anggota DPR, sehingga tuntutan yang
di lontarkan oleh kubu tersebut akan
mendapat dukungan yang maksimal pula dari lingkungan DPR itu sendiri. Dan
mengenai RUU Pilkada yang intinya menginginkan bahwa pemilihan kepala daerah
itu di pilih langsung oleh DPRD, tentunya akan sangat menguntungkan kubu KMP
yang mendominasi anggota dewan di tingkat Pusat (DPR RI) maupun di tingkat
Daerah (DPRD). Dan ketika itu terjadi, sudah pasti hasilnya akan terlihat
jelas, bahwa Kepala Daerah di berbagai provinsi yang DPRDnya di Dominasi oleh
kubu KMP pastinya akan dari tokoh atau golongan yang pro dengan KMP pula.
Dan menurut penyusun makalah ini yang
menjadi landasan/dasar dari RUU Pilkada di atas ialah ideology Pancasila yang
mana pancasila merupaka bagian dari Dasar Negara Indonesia. Dan di dalamnya
tercantum 5 unsur/ 5 sila. Dan yang menjadi acuan RUU tersebut yaitu sila ke 4
yang berbunyi “kerakyatan yang di pimpin oleh hikmat, kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan”. Sebagaimana kita ketahui bahwa Ideologi Politik sebagai suatu sistem kepercayaan yang
menjelaskan dan menjastifikasikan tatanan poitik yang dipilih suatu masyarakat,
jadi sudah jelas bahwa untuk meneentukan atau membuat system politik harus ada
keterkaitan dengan ideology yang sudah diyakini oleh masyarakat luas dan dalam
pembahasan RUU Pilkada ini menggunakan dasar atau ideologu pancasila.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dalam pembahasan makalah di atas
penyusun makalah ini menyimpulkan atau sedikit menariik benang merah yang
menjadi pokok dalam makalah ini yang kaitanya dengan mata kuliah ideology
politik. Bahwa dalam RUU Pilkada menitik beratkan terhadap pemilihan kepala
daerah melalui DPRD dalam kaitanya dengan ideology pancasila terdapat pada sila
yang ke 4 yang menitikberatkan terhadap system perwakilan. Walaupun pada
akhirnya cerita RUU Pilkada yang sempat menjadi UU Pilkada sudah Gugur oleh PERPPU
Nomor 1 Tahun 2014 Pilkada yang dikeluarkan oleh Presiden. Tapi sebagai seorang
mahasiswa sangat diperlukan pertimbangan untuk menilai suatu masalah yang ada,
karena yang menjadi inti dari pertimbangan-pertimangan tersebut yaitu dapat
mengambil pelajaran atau nilai dari suatu permasalahan yang ada.
Berbicara soal perwakilan, saya
pribadi setuju dengan adanya pemilihan yang di wakilkan oleh orang-orang
tertentu yang diyakini sudah mampu dan pantas untuk mewakili rakyat biasa.
Karena di ibaratkan dalam masyarakat yang pastinya akan saya alami, ketika di
ibaratkan dalam masalah pekerjaan,seseorang yang gelarnya lebih tinggi missal
sekelas (professor) pastinya tidak akan setuju ketika gajih/bayaranya disamakan
dengan seseorang yang hanya lulusan SD yang bekerja dalam satu perusahaan itu.
Sama halnya dengan suara yang diperoleh dari pemilu yang mana semua orang
memiliki suara yang sama tanpa mengetahui dengan pasti siapa dan apa yang
sebenarnya di pilih. Karena yang diperlukan untuk memutuskan sesuatu adalah
ILMU, dan ilmu itu di dapat oleh orang-orang yang berproses. Karena dalam
PROSES kita dapat mengambil suatu pelajaran dan pelajaran itulah yang dapat
menjadi ilmu. Wallahu A’lam,,,,,,,,,,
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Ideologi politik di jurusan siyasah atau politik islam, di Fakultas syariah dan hukum. dalam pembahasan di atas penyusun makalah ini tidak bermaksud mengadili siapapun akan tetapi bertujuan untuk mengambil hal-hal yang dapat menjadi pelajaran bagi pembacanya. semoga bermanfaat
Comments
Post a Comment