Skip to main content

Silahkan Impor, Tapi Perhatikan Juga Dampaknya

MENGURAI DAMPAK IMPOR

Wayan Supadno


Sesungguhnya ekspor impor adalah hal biasa karena hanyalah proses perdagangan antar negara karena tak kan mungkin satu negara mampu memenuhi semua kebutuhannya oleh dirinya sendiri (total swasembada). Pasti sebagian kebutuhannya harus tergantung dari negara lain (impor). Hanya akan jadi masalah jika nilai impornya lebih besar dari nilai ekspornya. Defisit. Cadangan devisa beresiko.
Proses terjadinya impor normatif akibat dari banyak hal. Di antaranya saat daya pasokan kurang dibandingkan jumlah kebutuhan, saat harga impor jauh lebih murah dari pada harga barang yang ada di dalam negeri. 

Tentu menjadikan hal tersebut berdampak bukan hanya pada neraca perdagan saja. Tapi juga berdampak pada makin meluasnya angkatan kerja di luar negeri. Sekaligus menyempitkan angkatan kerja di dalam negeri terkait barang tersebut.

Pernyataan di atas dulu sering kali disampaikan oleh Bp BJ Habibie. Contoh sedehananya :

1. Gula, kita impor 7 juta ton/tahun senilai Rp 35 trilyun. Itu setara dengan omset petani 700.000 KK jika kebutuhan petani Rp 50 juta/KK/tahun.

2. Sapi, kita impor 1,3 juta ekor/tahun senilai Rp 26 trilyun. Itu setara dengan hilangnya lapangan kerja peternak 500.000 KK jika 1 KK butuh omset Rp 50 juta/tahun.

3. Bawang Putih, kita impor 600.000 ton senilai Rp 10 trilyun/tahun. Setara dengan pendapatan 200.000 KK Petani/tahun, jika 1 KK petani butuh omset 50 juta/tahun.

4. Gandum, kita impor 12 juta ton/tahun senilai Rp 60 trilyun/tahun. Itu setara dengan kita kehilangan lapangan kerja 1,1 juta KK petani. Jika 1 KK petani butuh omset 50 juta/tahun.

Dari 4 komoditas di atas saja kita kehilangan lapangan kerja 2,5 juta KK. Padahal masih banyak lagi barang yang kita impor tentu implikasinya juga makin menyempitkan lapangan kerja kita. Di saat banyak pengangguran 6,8 juta (BPS 2019). Jika pangan kita impor senilai Rp 300 trilyun/tahun sama artinya kita menyempitkan lapangan kerja untuk 6 juta KK jika 1 KK butuh 50 juta/tahun.

Lalu, kenapa kita kalah bersaing dengan produk petani luar  negeri sehingga impor. Sebabnya bukan murni karena petani kita. Tapi karena iklim usaha pertanian kita kurang kompetitif, di antaranya ;

1. Inovasi kurang membumi di petani dampaknya kalah efisien dan rendahnya produktivitas.

2. Infrastruktur belum rata memadai dampaknya ongkos kirim hulu hingga hilir mahal, maka mendongkrak harga pokok produksi.

3. Bunga bank tinggi hingga 12% padahal di luar negeri hanya 2% berdampak kurangnya gaerah berusaha dan tekanan biaya produksi yang tinggi.

4. Pelaku usaha pertanian pangan dominan usia senja rendah prndidikannya sehingga mutunya kalah yang pada akhirnya pola tradisional terus dipertahankan sulit diubah, yang muda punya ilmu pertanian sangat rendah kontribusinya.


Salam Rahayu
Pak Tani

Comments

Popular posts from this blog

Bank dipersembahkan untuk pelaku Usaha

MEMAHAMI MAUNYA PERBANKAN Baru - baru ini Pemerintah meluncurkan program yang jadi perbincangan publik. Yaitu suku bunga bank yang rendah. Maksud tujuannya pasti guna merangsang agar makin banyak partisipasi masyarakat dalam upaya melahirkan pelaku usaha (wirausahawan/pengusaha) baru. Ilustrasinya .. Karena  program tersebut akan makin tercipta iklim usaha makin sehat lalu ada pemain  pelaku baru di dunia usaha, maka dampaknya ; 1. Andaikan terlahir 1 juta pengusaha baru lalu 1 orangnya merekrut pekerja 6 orang saja maka total tenaga terserap 7 juta orang. Maka habislah jumlah pengangguran saat ini yang 6,8 juta orang (BPS). Ini multiplier effect nya juga ke indek pembangunan manusia Indonesia. 2. Andaikan 1 juta pengusaha baru memutar dana di bank jadi ekonomi rill Rp 500 juta/orang usaha. Maka dana berputar Rp 500 milyar/bulan. Jika nilai tambahnya buat masyarakat pelaku 5% saja maka Rp 25 milyar/bulan. Jika selama 5 tahun maka dampaknya akan kuadran. Tentu masih ...

Ideoligi Pancasila dalam Teori Analisis Sistem Politik

BAB I PENDAHULUAN A.     Latar Belakang Indonesa sebagai Negara yang merupakan salah satu dari sekian banyak Negara di dunia yang menganut system Demokrasi. Karena Negara demokrasi telah di anggap sebagai sebuah ideology yang pantas di terapkan di Negara yang sudah berusia 69 tahun ini, sehingga rakyat adalah sumber kekuatan terbesar dalam Negara Demokrasi. Sebagaimana selogannya “Dari Rakyat, oleh Rakyat dan Untuk Rakyat”, sehingga untuk menentukan pemimpin di tingkat daerah, provinsi maupun pusat ada proses pemilihan yang dilakukan langsung oleh rakyat itu sendiri atau biasa disebut Pemilu. Dalam pemilu terakhir kemarin yaitu pada masa pemilihan Presiden 2014, banyak polemic di tubuh Negara Indonesia. Khususnya terkait masalah hukum atau undang-undang yang terkait pemerintahan pusat maupun pemerintahan daerah. Dan hingga saat ini pergulatan yang belum selesai di tubuh parlemen kita yakni dua kubu yang semasa pemilu presiden 2014 belum mampu berdamai juga. Ku...

Dampak Inflasi terhadap Iklim Usaha

PROBLEMATIKA IKLIM USAHA Prinsipnya, saya pribadi sangat memahami jika pemerintah berusaha mengendalikan agar harga pangan stabil tetap bisa kompetitif murah wajar. Agar inflasi tidak naik yang berdampak pada proses mengerek interest rate (suku bunga) bank. Dampak lanjutannya biaya produksi naik akibat upah kerja yang minta naik. Ekstrimnya lagi jika inflasi naik maka angka kemiskinan sulit diturunkan. Makin tidak kompetitif lagi. Kondisi seperti ini pasti sangat dihindari oleh semua pemimpin. Fokus pada biaya pembiayaan yang kalau diaudit selama ini paling besar kontribusinya menaikkan angka inflasi adalah sektor pangan dan transportasi (BPS). Sehingga sering langkah cepatnya dengan cara impor pangan murah agar kembali turun. Inflasipun kembali stabil. Di balik proses itu semua, adanya harga pangan naik sesungguhnya karena jumlah pasokan (produksi) lebih sedikit dibanding permintaan pasar atau karena harga di dalam negeri jauh lebih mahal dari harga di luar negeri. Singkatn...