MASA LALU DAN MASA KINI MASYARAKAT TRANSMIGRASI
*" Kami sungguh bersyukur jadi bagian dari masyarakat transmigrasi. Karena kehidupan kami jauh lebih bahagia, sejahtera dan punya harapan untuk masa depan anak cucu kami kelak. Beda jauh dibanding masih belum jadi peserta transmigrasi. Inilah salah satu kebaikan Pak Harto yang diwariskan kepada kami orang - orang kecil. ", Itulah pernyataan yang sering saya dengar dari masyarakat transmigrasi karena pengalaman saya keliling ke desa - desa transmigrasi sudah lebih dari 100 daerah.*
Saya pribadi mengaminkan atas banyak pernyataan serupa di atas. Karena kami sekeluarga bagian dari mereka. Orang tua saya dulu transmigrasi swakarsa mandiri tahun 1995. Kehidupan di Banyuwangi sebelum 1995 sangat memprihatinkan karena keterbatasan lahan hanya 0,3 ha saja atau biasa oleh pemerintah dijuluki petani gurem. Di balik keterbatasan itu tuntunan biaya hidup dan proses pendidikan kami selaku anak pasti sangat tidak cukup. Karena itulah maka transmigrasi.
Progja pemerintah hal transmigrasi dampaknya nyata sangat bagus. Minimal mendongkrak kesejahteraan masyarakat yang awalnya miskin, penyebaran pemerataan penduduk, terbentuknya banyak sentra pertumbuhan ekonomi di berbagai daerah, besarnya keterlibatan partisipasi rakyat dalam membangun sebuah daerah dan terpenting sama - sama punya harapan baru terhadap masa depan. Hasilnya bisa dirasakan saat ini dan ke depan, utamanya pada pembangunan manusia dan pertumbuhan ekonomi yang lebih merata.
Empiris pribadi, desa Curah Jati Banyuwangi tempat saya lahir dan banyak desa di Banyuwangi selatan dulunya juga daerah transmigrasi lokal. Yang didatangkan banyak dari Yogyakarta tahun 1921 oleh Belanda. Puluhan desa tersebut tertata dengan rapi, nampak jelas tercetak karena perencanaan dan pelaksanaan yang baik oleh Belanda. Kini jadi lumbung pangan, sentra buah tropis utamanya buah naga, jeruk, semangka, melon dan lainnya. Kini juga banyak terasa baik hasilnya pembangunan manusia dari hasil buminya.
Bagaimana dengan sekarang ?
Kami merasakan greget gaerah untuk progja transmigrasi jauh menurun. Sekalipun peminatnya sangat banyak tapi sangat terbatas daya suplainya oleh pemerintah. Bahkan banyak pekarangan dan lahan pertanian yang sudah mengantongi sertifikat hak milik (SHM) dan dihuni serta dibangun rumah sehat bagus puluhan tahun lamanya dipersengketakan oleh pihak Kementerian Kehutanan. Misal saja di desa Kumpai Batu Atas, Kumpai Batu Bawah Kab. Kota Waringin Barat Prov. Kalteng. Dianggap kawasan hutan (HPK) sehingga tak layak dijaminkan di bank misalnya, dianggap cacat hukum. Kasus serupa terjadi di banyak tempat di negeri kita ini saat ini. Padahal di dalamnya banyak fasilitas sosial misal tempat pendidikan dan tempat ibadah yang baik serta banyak manfaatnya.
Hari ini juga, di Kab. Pelalawan Prov. Riau. Sedang terjadi proses _land clearing_ (pembersihan lahan sawit produktif) milik masyarakat program plasma dengan luas ribuan hektar. Program KKPA. Tentu ini membangunnya memakai fasilitas dana bank artinya bankable dari legalitasnya. Kebun sawit tersebut akan diubah jadi hutan tanaman industri (HTI). Terbalik dengan progja peremajaan sawit rakyat oleh Bp. Presiden Jokowi dan Ketua Dewan Penasihat Apkasundo Bp. Muldoko dengan ikut menanam sawit rakyat seperti pada gambar di bawah ini, sawitnya sudah mulai belajar buah.
Sungguh, saya pribadi tidak bisa membayangkan rasanya derita lahir bathin mereka masyarakat kecil tersebut. Pasti juga banyak yang menjadikan kebunnya sumber nafkah dan sumber biaya sekolah anak - anaknya agar derajat kehidupannya kelak lebih baik lagi agar bisa ikut membangun negerinya. Mereka pejuang yang sesungguhnya. Memperjuangkan hidupnya agar tetap hidup. Urip untuk urup. Bukan untuk lainnya.
Dalam bahasa Sansekerta ada nasihat bijak berbunyi ;
_*Tat twam asi = Engkau adalah aku dan aku adalah engkau, dengan terjemahan gramatikalnya kejadian itu kembalikan ke diri sendiri jika kita jadi mereka agar bisa menahan diri.*_
Salam Inegritas 🇮🇩
Pak Tani
*" Kami sungguh bersyukur jadi bagian dari masyarakat transmigrasi. Karena kehidupan kami jauh lebih bahagia, sejahtera dan punya harapan untuk masa depan anak cucu kami kelak. Beda jauh dibanding masih belum jadi peserta transmigrasi. Inilah salah satu kebaikan Pak Harto yang diwariskan kepada kami orang - orang kecil. ", Itulah pernyataan yang sering saya dengar dari masyarakat transmigrasi karena pengalaman saya keliling ke desa - desa transmigrasi sudah lebih dari 100 daerah.*
Saya pribadi mengaminkan atas banyak pernyataan serupa di atas. Karena kami sekeluarga bagian dari mereka. Orang tua saya dulu transmigrasi swakarsa mandiri tahun 1995. Kehidupan di Banyuwangi sebelum 1995 sangat memprihatinkan karena keterbatasan lahan hanya 0,3 ha saja atau biasa oleh pemerintah dijuluki petani gurem. Di balik keterbatasan itu tuntunan biaya hidup dan proses pendidikan kami selaku anak pasti sangat tidak cukup. Karena itulah maka transmigrasi.
Progja pemerintah hal transmigrasi dampaknya nyata sangat bagus. Minimal mendongkrak kesejahteraan masyarakat yang awalnya miskin, penyebaran pemerataan penduduk, terbentuknya banyak sentra pertumbuhan ekonomi di berbagai daerah, besarnya keterlibatan partisipasi rakyat dalam membangun sebuah daerah dan terpenting sama - sama punya harapan baru terhadap masa depan. Hasilnya bisa dirasakan saat ini dan ke depan, utamanya pada pembangunan manusia dan pertumbuhan ekonomi yang lebih merata.
Empiris pribadi, desa Curah Jati Banyuwangi tempat saya lahir dan banyak desa di Banyuwangi selatan dulunya juga daerah transmigrasi lokal. Yang didatangkan banyak dari Yogyakarta tahun 1921 oleh Belanda. Puluhan desa tersebut tertata dengan rapi, nampak jelas tercetak karena perencanaan dan pelaksanaan yang baik oleh Belanda. Kini jadi lumbung pangan, sentra buah tropis utamanya buah naga, jeruk, semangka, melon dan lainnya. Kini juga banyak terasa baik hasilnya pembangunan manusia dari hasil buminya.
Bagaimana dengan sekarang ?
Kami merasakan greget gaerah untuk progja transmigrasi jauh menurun. Sekalipun peminatnya sangat banyak tapi sangat terbatas daya suplainya oleh pemerintah. Bahkan banyak pekarangan dan lahan pertanian yang sudah mengantongi sertifikat hak milik (SHM) dan dihuni serta dibangun rumah sehat bagus puluhan tahun lamanya dipersengketakan oleh pihak Kementerian Kehutanan. Misal saja di desa Kumpai Batu Atas, Kumpai Batu Bawah Kab. Kota Waringin Barat Prov. Kalteng. Dianggap kawasan hutan (HPK) sehingga tak layak dijaminkan di bank misalnya, dianggap cacat hukum. Kasus serupa terjadi di banyak tempat di negeri kita ini saat ini. Padahal di dalamnya banyak fasilitas sosial misal tempat pendidikan dan tempat ibadah yang baik serta banyak manfaatnya.
Hari ini juga, di Kab. Pelalawan Prov. Riau. Sedang terjadi proses _land clearing_ (pembersihan lahan sawit produktif) milik masyarakat program plasma dengan luas ribuan hektar. Program KKPA. Tentu ini membangunnya memakai fasilitas dana bank artinya bankable dari legalitasnya. Kebun sawit tersebut akan diubah jadi hutan tanaman industri (HTI). Terbalik dengan progja peremajaan sawit rakyat oleh Bp. Presiden Jokowi dan Ketua Dewan Penasihat Apkasundo Bp. Muldoko dengan ikut menanam sawit rakyat seperti pada gambar di bawah ini, sawitnya sudah mulai belajar buah.
Sungguh, saya pribadi tidak bisa membayangkan rasanya derita lahir bathin mereka masyarakat kecil tersebut. Pasti juga banyak yang menjadikan kebunnya sumber nafkah dan sumber biaya sekolah anak - anaknya agar derajat kehidupannya kelak lebih baik lagi agar bisa ikut membangun negerinya. Mereka pejuang yang sesungguhnya. Memperjuangkan hidupnya agar tetap hidup. Urip untuk urup. Bukan untuk lainnya.
Dalam bahasa Sansekerta ada nasihat bijak berbunyi ;
_*Tat twam asi = Engkau adalah aku dan aku adalah engkau, dengan terjemahan gramatikalnya kejadian itu kembalikan ke diri sendiri jika kita jadi mereka agar bisa menahan diri.*_
Salam Inegritas 🇮🇩
Pak Tani
Comments
Post a Comment