BAB
I
Pendahuluan
A. Latar Belakang Masalah
Manusia tercipta
sebagai makhuk social yang mau tidak mau dituntut untuk hidup berkelompok. Maka
dari itu dalam setiap kelompok tentulah ada yang dipilih menjadi pemimpin dalam
kelompok tersebut, karena seorang pemimpin keberadaannya begitu penting demi
berjalanya roda kehidupan serta memanage kehidupan dalam kelompok yang di
pimpinnya. Telebih dalam kelompok masyarakat yang beragama, dimana seorang
pemimpin dalam kelompok ini harus memiliki criteria-kriteria khusus yang sudah
ditentukan. Khususnya dalam kelompok masyarakat yang beragama Islam
criteria-kriteria seorang pemimpin tersebut sudah tercantum dalam Al-qur’an dan As-sunnah. Berbicara tentang
“kepemimpinan”, sungguh alangkah menumbuhkan jiwa semangat bagi setiap muslim
yang peduli akan iman yang diembannya. Jika kita menoleh jauh ke belakang
tentang sejarah awal Islam, tentulah kita akan menemukan banyak pelajaran yang
luar biasa apabila diaplikasikan dalam dunia modern sekarang, khususnya dalam
hal “kepemimpinan”. Karena pada dasarnya : “Setiap kamu adalah pemimpin. Dan
setiap pemimpin bertanggung jawab atas kepemimpinannya.” Mungkin kata-kata
tersebut yang paling cocok dan pas bagi setiap orang muslim di seantero jagad
raya ini. Kenapa tidak, manusia diturunkan di bumi ini adalah sebagai khalifah
yang memakmurkan dan menyemarakkan dunia. Mungkin kita juga sepakat bahwa pada
setiap individu manusia muslim adalah seorang pemimpin. Yakni memimpin dirinya
sendiri dan bertanggung jawab atas dirinya sendiri.
Sebagaimana
Rasulullah telah bersabda yang artinya, “ ketahuilah, bahwa kamu sekalian
adalah sebagai pemimpin dan kamu sekalian bertanggung jawab terhadap pimpinanya
(rakyatnya). Maka sebagai Amir (pemimpin) yang memimpin manusia yang banyak
adalah sebagai pemimpin yang bertanggung jawab atas pimpinanya (rakyatnya). Dan
seorang suami (lelaki) adalah sebagai pemimpin bagi keluarganya dan ia
bertanggung jawab terhadap mereka. Seorang istri (wanita) adalah sebagai
pemimpin di rumah, suaminya serta anak-anaknya yang ia bertanggung jawab
terhadap mereka. Dan seorang budak adalah sebagai pemimpin dalam menjaga harta
tuanya. Ketahuilah, kamu sekalian adalah pemimpin dan kamu sekalian bertanggung
jawab terhadap pimpinannya”.[1]
Dari uraian tersebut, jelaslah betapa pentingnya umat islam sebagai orang-orang
yang bertaqwa, untuk mengetahui, memahami dan mengamalkan petunjuk allah dan
teladan rasulullah dalam mewujudkan kepemimpinan.
baca juga Bahan Makalah
baca juga Bahan Makalah
B. Rumusan Masalah
Dari sedikit
gambaran tentang kepemimpinan islam di atas, penyusun makalah ini akan mencoba
merumuskan sebuah permasalah sebagai dasar yang bertujuan untuk dijadikan pijakan dalam pembahasan makalah ini.
a)
Bagaimana kepemimpinan politik dalam
Islam?
b)
Bagaimana penerapan kepemimpinan politik
dalam Islam?
BAB
II
Pembahasan
A. Pengertian Kepemimpinan
Dalam bahasa
Inggris pemimpin disebut leader. Kegiatanya
disebut kepemimpinan atau Leadership. Dalam
kehidupan sehari – hari, baik di lingkungan keluarga, organisasi, perusahaan
sampai dengan pemerintahan sering kita dengar sebutan pemimpin, kepemimpinan
serta kekuasaan. Ketiga kata tersebut memang memiliki hubungan yang berkaitan
satu dengan lainnya. Pemimpin adalah orang yang mendapat amanah serta memiliki
sifat, sikap, dan gaya yang baik untuk mengurus atau mengatur orang lain.
Kepemimpinan adalah kemampuan seseorang mempengaruhi dan memotivasi orang lain
untuk melakukan sesuatu sesuai tujuan bersama. Kepemimpinan meliputi proses
mempengaruhi dalam menentukan tujuan organisasi, memotivasi perilaku pengikut
untuk mencapai tujuan, mempengaruhi untuk memperbaiki kelompok dan budayanya.
Sedangkan kekuasaan adalah kemampuan untuk mempengaruhi orang lain untuk mau
melakukan apa yang diinginkan pihak lainnya. Kepemimpinan adalah seni untuk
mempengaruhi dan menggerakkan orang – orang sedemikian rupa untuk memperoleh
kepatuhan, kepercayaan, respek, dan kerjasama secara royal untuk menyelesaikan
tugas – Field Manual (22-100).
Kekuasaan adalah
kemampuan untuk mempengaruhi orang lain untuk mau melakukan apa yang diinginkan
pihak lainnya. Ketiga kata yaitu pemimpin, kepemimpinan serta kekuasaan yang
dijelaskan sebelumnya tersebut memiliki keterikatan yang tak dapat dipisahkan.
Karena untuk menjadi pemimpin bukan hanya berdasarkan suka satu sama lainnya,
tetapi banyak faktor. Pemimpin yang berhasil hendaknya memiliki beberapa
kriteria yang tergantung pada sudut pandang atau pendekatan yang digunakan,
apakah itu kepribadiannya, keterampilan, bakat, sifat – sifatnya, atau
kewenangannya yang dimiliki yang mana nantinya sangat berpengaruh terhadap
teori maupun gaya kepemimpinan yang akan diterapkan, adapun kriteria pemimpin
itu sendiri, yakni:
a.
Pemimpin yang mukmin.
b.
Tegas dalam menjalankan perintah Tuhan.
c.
Takut kepada Allah swt sewaktu mengurusi
orang-orang yang dipimpinnya.
d.
Tidak menzalimi siapapun.
e.
Tidak memerkosa hak-hak orang lain.
f.
Menegakkan dan bukan melecehkan hudud
Allah swt.
g.
Membahagiakan rakyatnya dengan mengharap
rida Allah swt.
h.
Orang kuat di sisinya menjadi lemah
sehingga si lemah dapat mengambil kembali haknya yang direbut si kuat.
i.
Orang lemah di sisinya menjadi kuat
sehingga haknya dapat terlindungi.
j.
Menampakkan kepatuhan kepada Allah swt
dalam menetapkan kebijakan yang berhubungan dengan hajat hidup orang banyak
sehingga dirinya dan orang-orang yang dipimpinnya merasa bahagia.
k.
Semua orang hidup aman dan tenteram.
l.
Sangat mencintai manusia, begitu pula
sebaliknya.
m.
Selalu mendoakan manusia, begitu pula
sebaliknya. Kriteria di atas menjadi indikator bagi pemimpin yang terbaik dan
termulia di sisi Allah swt dan manusia.
B.
Pengertian
Politik Islam
Politik di dalam bahasa Arab dikenal
dengan istilah siyasah. Oleh
sebab itu, di dalam buku-buku para ulama
salafush
shalih
dikenal istilah siyasah syar’iyyah,
misalnya. Dalam Al Muhith, siyasah
berakar kata sâsa - yasûsu. Dalam kalimat Sasa addawaba yasusuha siyasatan
berarti Qama ‘alaiha wa radlaha wa
adabbaha (mengurusinya, melatihnya, dan mendidiknya). Bila dikatakan sasa
al amra artinya dabbarahu (mengurusi/mengatur perkara). Jadi, asalnya makna siyasah (politik)
tersebut diterapkan pada pengurusan dan pelatihan gembalaan. Lalu, kata
tersebut digunakan dalam pengaturan urusan-urusan manusia; dan pelaku
pengurusan urusan-urusan manusia
tersebut dinamai politikus (siyasiyun). Dalam realitas bahasa
Arab dikatakan bahwa ulil amri
mengurusi (yasûsu) rakyatnya
saat mengurusi urusan rakyat, mengaturnya, dan menjaganya. Begitu pula dalam
perkataan orang Arab
dikatakan : ‘Bagaimana mungkin rakyatnya terpelihara (masûsah) bila pemeliharanya ngengat (sûsah)’, artinya bagaimana mungkin
kondisi rakyat akan baik bila pemimpinnya rusak seperti ngengat yang
menghancurkan kayu. Dengan demikian, politik
merupakan pemeliharaan (ri’ayah), perbaikan (ishlah), pelurusan (taqwim),
pemberian arah petunjuk (irsyad), dan pendidikan (ta`dib). Berkecimpung dalam politik berarti memperhatikan
kondisi kaum muslimin dengan cara menghilangkan kezhaliman penguasa pada kaum
muslimin dan melenyapkan kejahatan musuh kafir dari mereka. Untuk itu perlu
mengetahui apa yang dilakukan penguasa dalam rangka mengurusi urusan kaum
muslimin, mengingkari keburukannya, menasihati pemimpin yang mendurhakai
rakyatnya, serta memeranginya pada saat terjadi kekufuran yang nyata (kufran
bawahan) seperti ditegaskan dalam banyak hadits terkenal.
Ini adalah perintah Allah SWT melalui Rasulullah SAW. Berkaitan dengan
persoalan ini Nabi Muhammad SAW
bersabda :
"Siapa
saja yang bangun pagi dengan gapaiannya bukan Allah maka ia bukanlah (hamba)
Allah, dan siapa saja yang bangun pagi namum tidak memperhatikan urusan kaum
muslimin maka ia bukan dari golongan mereka." (HR. Al Hakim)
C. Kepemimpinan Politik dalam
Prespektif Islam
Kepemimpinan
politik dalam Islam pastilah erat kaitanya dengan kepemimpinan pada masa
Rasulullah, yang mana seorang pemimpin dalam Islam harus memiliki beberapa
criteria , dan beberapa criteria tersebut diantaranya :
1.
Niat Yang Tulus
Apabila menerima suatu
tanggung jawab, hendaklah didahului dengan niat sesuai dengan apa yang telah
Allah perintahkan. Iringi hal itu dgn mengharapkan keredhaan-Nya sahaja.
Kepemimpinan atau jabatan adalah tanggung jawab dan beban, bukan kesempatan dan
kemuliaan.
2.
Laki-Laki
Wanita sebaiknya tidak
memegang tampuk kepemimpinan. Rasulullah Shalallahu’alaihi wa sallam
bersabda,”Tidak akan beruntung kaum yang dipimpim oleh seorang wanita (Riwayat
Bukhari dari Abu Bakarah Radhiyallahu’anhu).
3.
Tidak Meminta Jabatan
Rasullullah bersabda
kepada Abdurrahman bin Samurah Radhiyallahu’anhu,”Wahai Abdul Rahman bin
samurah! Janganlah kamu meminta untuk menjadi pemimpin. Sesungguhnya jika
kepemimpinan diberikan kepada kamu karena permintaan, maka kamu akan memikul
tanggung jawab sendirian, dan jika kepemimpinan itu diberikan kepada kamu bukan
karena permintaan, maka kamu akan dibantu untuk menanggungnya.” (Riwayat
Bukhari dan Muslim).
4.
Berpegang Dan Konsisten Pada Hukum Allah
Ini salah satu
kewajiban utama seorang pemimpin.Allah berfirman,”Dan hendaklah kamu memutuskan
perkara diantara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan jaganlah kamu
mengikuti hawa nafsu mereka.” (al-Maaidah:49). Jika ia meninggalkan hukum
Allah, maka seharusnya dilucutkan dari jabatannya.
5. Memutuskan Perkara Dengan Adil
Rasulullah
bersabda,”Tidaklah seorang pemimpin mempunyai perkara kecuali ia akan datang
dengannya pada hari kiamat dengan keadaan terikat, entah ia akan diselamatkan
oleh keadilan, atau akan dijerusmuskan oleh kezalimannya.” (Riwayat Baihaqi
dari Abu Hurairah dalam kitab Al-Kabir).
6.
Senantiasa Ada Ketika Diperlukan Rakyat
Hendaklah selalu
membuka pintu utk setiap pengaduan dan permasalahan rakyat. Rasulullah
bersabda,”Tidaklah seorang pemimpin atau pemerintah yang menutup pintunya
terhadap keperluan, hajat, dan kemiskinan kecuali Allah akan menutup
pintu-pintu langit terhadap keperluan, hajat, dan kemiskinannya.” (Riwayat Imam
Ahmad dan At-Tirmidzi).
7.
Menasihati Rakyat
Rasulullah
bersabda,”Tidaklah seorang pemimpin yang memegang urusan kaum Muslimin lalu ia
tidak bersungguh-sungguh dan tidak menasihati mereka, kecuali pemimpin itu
tidak akan masuk syurga bersama mereka (rakyatnya).”
8.
Tidak Menerima Hadiah
Seorang rakyat yang
memberikan hadiah kepada seorang pemimpin pasti mempunyai maksud tersembunyi,
entah ingin mendekati atau mengambil hati. Oleh kerena itu, hendaklah seorang
pemimpin menolak pemberian hadiah dari rakyatnya. Rasulullah bersabda,”
Pemberian hadiah kepada pemimpin adalah pengkhianatan.” (Riwayat Thabrani).
9.
Mencari Pemimpin Yang Baik
Rasulullah
bersabda,”Tidaklah Allah mengutus seorang nabi atau menjadikan seorang khalifah
kecuali ada bersama mereka itu golongan pembantu, yaitu pembantu yang menyuruh
kepada kebaikan dan mendorongnya kesana, dan pembantu yang menyuruh kepada
kemungkaran dan mendorongnya ke sana. Maka orang yang terjaga adalah orang yang
dijaga oleh Allah,” (Riwayat Bukhari dari Abu said Radhiyallahu’anhu).
10. Lemah
Lembut
Doa Rasullullah,’ Ya
Allah, barangsiapa mengurus satu perkara umatku lalu ia mempersulitnya, maka
persulitlah ia, dan barang siapa yang mengurus satu perkara umatku lalu ia
berlemah lembut kepada mereka, maka berlemah lembutlah kepadanya.
11. Tidak
Meragukan Rakyat
Rasulullah bersabda,”
Jika seorang pemimpin menyebarkan keraguan dalam masyarakat, ia akan merusak
mereka.” (Riwayat Imam Ahmad, Abu Dawud, dan Al-hakim).
12. Terbuka
Untuk Menerima Ide & Kritikan
Salah satu prinsip
Islam adalah kebebasan bersuara. Kebebasan bersuara ini adalah platform bagi
rakyat untuk memberi idea atau kritikan kepada kerajaan dan pemimpin agar semua
menyumbang tenaga dan ijtihad kearah pembentukan negara yang maju. Saidina Abu
Bakar berucap ketika dilantik menjadi khalifah, beliau menegaskan "..saya
berlaku baik, tolonglah saya, dan apabila saya berlaku buruk, betulkan
saya..", manakala Khalifah Umar pernah ditegur oleh seorang wanita ketika
memberi arahan di masjid, dan beliau menerima teguran tersebut.
Dalam pembahasan
di atas sudah jelas, bahwa untuk menjadi seorang pemimpin menurut prespektif
islam memiliki bererapa criteria yang dapat dipertanggung jawabkan
sumber-sumber atau dasar hukumnya.
D. Penerapan Kepemimpinan Politik
dalam Islam
Dalam pembahasan
terakhir akan dijelaskan tentang kepemimpinan pada masa Rasulullah sampai masa-masa kepemimpinan Khulafa’ur
Rasyidin.
Ø Pada
Masa Rasulullah
Setelah tiba dan
diterima penduduk Yatsrib (Madinah), Nabi resmi menjadi pemimpin penduduk kota
itu. Babak baru dalam sejarah Islam pun dimulai. Berbeda dengan periode Mekkah,
pada periode Madinah, Islam merupakan kekuatan politik. Ajaran Islam yang
berkenaan dengan kehidupan masyarakat banyak turun di Madinah. Nabi mempunyai
kedudukan, bukan saja sebagai kepala agama, tetapi juga sebagai kepala negara.
Dengan kata lain, dalam diri nabi terkumpul dua kekuasaan, kekuasaan spiritual
dan duniawi. Kedudukannya sebagai rasul secara otomatis merupakan kepala
Negara.
Dalam rangka
memperkokoh masyarakat dan negara baru itu (Madinah), maka beliau segera
meletakkan dasar-dasar kehidupan bermasyarakat. Dasar-dasar tersebut antara
lain:
1.
Pembagunan masjid, selain sebagai tempat
ibadah masjid juga digunakan sebagai pusat pemerintahan.
2.
Ukhuwah Islamiyah, Nabi mempersaudarakan
antara golongan Muhajirin dan Anshar.
3.
Hubungan persahabatan dengan pihak-pihak
lainyang tidak beragama Islam.
Dari perjalanan
sejarah Nabi ini, dapat disimpulkan bahwa Nabi Muhammad SAW, di samping sebagai
pemimpin agama, juga seorang negarawan, pemimpin politik dan administrasi yang
cakap. Hanya dalam sebelas tahun menjadi pemimpin politik, beliau berhasil
menundukkan seluruh jazirah Arab ke dalam kekuasaannya.
Ø Pada
Masa Khulafaur Rasyidin
Dalam sejarah
Islam dikenal berbagai mekanisme penetapan kepala negara, yakni pada masa
Khulafaur Rasyidin; Abu Bakar ditetapkan berdasarkan pemilihan dengan musyawara
terbuka, Umar ibn Khattab ditetapkan berdasarkan penunjukan kepala negara
terdahulunya, Usman ibn Affan ditetapkan berdasarkan pemilihan dalam suatu
dewan formatur, dan Ali ibn Abi Thalib ditetapkan berdasarkan pemilihan
musyawarah dalam pertemuan terbuka.
1. Khalifah
Abu Bakar
Nabi Muhammad
SAW tidak meninggalkan wasiat tentang siapa yang akan menggantikan beliau
sebagai pemimpin politik umat Islam setelah beliau wafat. Beliau nampaknya
menyerahkan persoalan tersebut kepada kaum muslimin sendiri untuk
menentukannya. Karena itulah, tidak lama setelah beliau wafat belum lagi
jenazahnya dimakamkan, sejumlah tokoh Muhajirin dan Anshar berkumpul di balai
kota Bani Sai’dah, Madinah. Mereka memusyawarahkan siapa yang akan menjadi
pemimpin. Musyawarah itu berjalan cukup alot karena masing-masing pihak, baik
Muhajirin maupun Anshar, sama-sama merasa berhak menjadi pemimpin umat Islam.
Namun, dengan semangat yang tinggi, akhirnya, Abu Bakar terpilih. Rupanya,
semangat keagamaan Abu Bakar mendapat penghargaan yang tinggi dari umat Islam.
2. Khalifah
Umar ibn Khattab
Ketika Abu Bakar
sakit dan merasa ajalnya sudah dekat, beliau bermusyawarah dengan para pemuka
sahabat, kemudian mengangkat Umar sebagai gantinya dengan maksud untuk mencegah
kemungkinan terjadinya perselisihan dan perpecahan di kalangan umat Islam.
3. Usman
Ibn Affan
Untuk menentukan
penggantinya, Umar tidak menempuh jalan yang dilakukan Abu Bakar. Dia menunjuk
enam orang sahabat dan meminta kepada mereka untuk memilih salah seorang di
antaranya menjadi khalifah. Enam orang tersebut adalah Usman, Ali, Thalhah,
Zubair, Sa’ad ibn Abi Waqqas, dan Abdurrahman ibn Auf. Setelah Umar wafat, tim
ini bermusyawarah dan berhasil menunjuk Usman sebagai khalifah, melaui
persaingan yang agak ketat dengan Ali ibn Abi Thalib.
4. Ali
ibn Abi Thalib
Setelah Usman
wafat, masyarakat beramai-ramai membaiat Ali ibn Abi Thalib sebagai khalifah.
Ali memerintah hanya enam tahun. Selama masa pemerintahannya, ia menghadapi
berbagai pergolakan. Tidak ada masa sedikitpun pada pemerintahannya yang dapat
dikatakan stabil. Setelah menduduki jabatan khalifah, Ali memecat gubernur yang
diangkat oleh Usman. Dia yakin pemberotakan-pemberontakan terjadi karena
keteledoran mereka. Dia juga menarik kembali tanah yang dihadiahkan Usman kepada
penduduk dengan menyerahkan hasil pendapatannya kepada Negara, dan memakai
kembali sistem distribusi pajak tahunan di antara orang-orang Islam sebagaimana
pernah diterapkan Umar.
BAB
III
Penutup
A.
Kesimpulan
Pemimpin
adalah orang yang mendapat amanah serta memiliki sifat, sikap, dan gaya yang
baik untuk mengurus atau mengatur orang lain. Kepemimpinan adalah kemampuan
seseorang mempengaruhi dan memotivasi orang lain untuk melakukan sesuatu sesuai
tujuan bersama. Menyatakan bahwa dalam menjadi pemimpin di muka bumi maka
manusia harus bisa menjalankan apa yang telah diamanatkan oleh Allah dan di
setiap langkah sebagai seorang pemimpin, Allah akan memberikan peringatan bagi
kaum Muslimin agar selalu berhati-hati tentang apa yang akan dilakukan sebagai
khalifah Allah di bumi. Begitu pula Status pemimpin dari sudut pandangan Islam
yang merupakan wakil bagi seluruh umat, bahkan boleh pula disebut sebagai
pekerja hak umat terhadapnya. Karena Pemimpin dalam Islam mempunyai peranan dan
tanggungjawab yang besar dalam
menyampaikan risalah Islam ke seluruh pelosok alam. Sebab risalah dan
dakwah Islamiah merupakan rahmat Allah kepada seluruh manusia. Siapa pun tidak
berhak menghalang sampainya rahmat Allah tersebut kepada para hambanya.
Comments
Post a Comment