SALING ADU KEPINTARAN DI BALIK KEBANJIRAN
*" Jika hari ini masih sama dengan hari kemaren dan jika hari esok masih sama dengan hari ini itu berarti belum ada perbaikan. Jika tahun ini masih sama dengan tahun - tahun sebelumnya itulah sesungguhnya kemunduran ", itulah petuah kuno yang tak lekang sepanjang jaman. Bisa jadi itu juga berlaku dalam memgelola pencegahan, pengendalian dan rehabilitasi bencana. Termasuk banjir di DKI kali ini .*
Dalam keheningan, saya membayangkan betapa derita lahir bathin korban jiwa sudah dilaporkan 46 orang. Korban harta juga belum bisa dihitung, ragam kasus jadi ilmu hikmah ;
1. Ada yang kehilangan surat - surat brrharga untuk masa depannya.
2. Ada yang kehilangan mobil dan motor baru saja akad kreditnya.
3. Ada yang kehilangan tanaman dan udang yang tak lama lagi mau dipanen.
Tentu masih banyak lagi derita akibat banjir kali ini.
Di media massa dan medsos, jadi kesempatan bagai lomba adu pintarnya, ada juga yang mengaitkan ke akidah agama, ada juga poilitik. Bahkan ada juga yang mengajak agar mawas diri, agar tahu diri, supaya rendah hati tak perlu habis energi saling menyalahkan. Bahkan ada yang lomba lempar tanggung jawabnya atas kapasitas amanah jabatannya.
Jika ditarik garis besarnya ada 2 sebab utama, tahu sebabnya tapi tak mau mrlakukan solusinya ;
1. Ahli agama mengatakan karena banyaknya maksiat, kesombongan dan lainnya. Sehingga Tuhan murka. Mungkin pernyataan ini sindirian terkait adanya " Kawin Kontrak " di hulu sungai Citarum, mungkin juga karena masih merajalela di " Mangga Besar ". Tiada penyelesaian tuntasnya. Atau mungkin karena sikap yang belum berani jujur kepada diri sendiri.
2. Ahli akademik kehutanan dan hidrodinamika mengatakan serapan air di hulu sampai dengan hilir yang belum ada tindakan nyata pengelolaannya. Hutan rimba jadi gundul bahkan jadi villa, anggaran APBD hal pengelolaan banjir harusnya diperbesar justru dikurangi lalu dialihkan. Masih sebatas punya ilmu, hafal, jadi bekal rencana - rencana lalu slalu diwacanakan. Pendek kata masih dihafalkan belum diamalkan.
Semoga kejadian ini jadi proses pembelajaran teramat mahal untuk perbaikan ke depan.
Wayan Supadno
Pak Tani
*" Jika hari ini masih sama dengan hari kemaren dan jika hari esok masih sama dengan hari ini itu berarti belum ada perbaikan. Jika tahun ini masih sama dengan tahun - tahun sebelumnya itulah sesungguhnya kemunduran ", itulah petuah kuno yang tak lekang sepanjang jaman. Bisa jadi itu juga berlaku dalam memgelola pencegahan, pengendalian dan rehabilitasi bencana. Termasuk banjir di DKI kali ini .*
Dalam keheningan, saya membayangkan betapa derita lahir bathin korban jiwa sudah dilaporkan 46 orang. Korban harta juga belum bisa dihitung, ragam kasus jadi ilmu hikmah ;
1. Ada yang kehilangan surat - surat brrharga untuk masa depannya.
2. Ada yang kehilangan mobil dan motor baru saja akad kreditnya.
3. Ada yang kehilangan tanaman dan udang yang tak lama lagi mau dipanen.
Tentu masih banyak lagi derita akibat banjir kali ini.
Di media massa dan medsos, jadi kesempatan bagai lomba adu pintarnya, ada juga yang mengaitkan ke akidah agama, ada juga poilitik. Bahkan ada juga yang mengajak agar mawas diri, agar tahu diri, supaya rendah hati tak perlu habis energi saling menyalahkan. Bahkan ada yang lomba lempar tanggung jawabnya atas kapasitas amanah jabatannya.
Jika ditarik garis besarnya ada 2 sebab utama, tahu sebabnya tapi tak mau mrlakukan solusinya ;
1. Ahli agama mengatakan karena banyaknya maksiat, kesombongan dan lainnya. Sehingga Tuhan murka. Mungkin pernyataan ini sindirian terkait adanya " Kawin Kontrak " di hulu sungai Citarum, mungkin juga karena masih merajalela di " Mangga Besar ". Tiada penyelesaian tuntasnya. Atau mungkin karena sikap yang belum berani jujur kepada diri sendiri.
2. Ahli akademik kehutanan dan hidrodinamika mengatakan serapan air di hulu sampai dengan hilir yang belum ada tindakan nyata pengelolaannya. Hutan rimba jadi gundul bahkan jadi villa, anggaran APBD hal pengelolaan banjir harusnya diperbesar justru dikurangi lalu dialihkan. Masih sebatas punya ilmu, hafal, jadi bekal rencana - rencana lalu slalu diwacanakan. Pendek kata masih dihafalkan belum diamalkan.
Semoga kejadian ini jadi proses pembelajaran teramat mahal untuk perbaikan ke depan.
Wayan Supadno
Pak Tani
Comments
Post a Comment