HAL PANGAN, TIADA USANG SEPANJANG JAMAN
Belajar Nulis. Jika menyimak data fakta negara - negara maju proporsi usia petaninya justru yang muda makin mendominasi. Misal saja Jerman, Prancis dan lainnya petani mudanya justru di atas 70%. Terbalik dengan di Indonesia petani mudanya hanya 12% (BPS 2014) hasil sensus pertanian terakhir, yang diadakan tiap 10 tahun sekali.
Bahkan yang punya ilmu pertanianpun tidak mau bertani. Sekalipun APBN telah memberi anggaran triyunan rupiah/tahunnya untuk mendidiknya dengan segala fasilitas kampus dan pakar/ahli sebgai pendidiknya. Fenomena ini merupakan bahan analisa untuk meramal apa yang akan terjadi di masa mendatang, terkait insan intelektual pengelola sektor pertanian.
Begitu juga negara - negara yang teramat miskin alamnya. Maka logikanya mereka akan kesulitan pangan. Nyatanya justru merekalah saat ini jadi lumbung pangan dunia. Israel dan Ethiopia 65% lahanya tandus. Tapi kini jadi lumbung pangan dunia. Lahan tandus disulap jadi super subur berkelanjutan tiada hari tanpa panen berlimpah.
Negara - negara kecil juga begitu justru jadi perhatian dunia karena mampu jadi negara yang mampu mengalahkan negara besar luas subur. Misal saja Jepang, Belanda, Vietnam dan lainnya. Mereka sangat tinggi produktivitasnya. Yang berlahan sempit justru mengalahkan volumenya yang berlahan luas. Bahkan omset dan labanya juga begitu.
Semua di atas tentu berkat sukses membangun manusianya. Manusia mandiri, adaptif inovasi secepatnya dan dukungan iklim usaha yang merangsang makin gemar berusaha. Targetnya bukan lagi pasar di negaranya, apalagi di kampungnya. Melainkan pasar dunia. Mengagumkan ! Mereka berubah karena mau berubah.
*Mereka menjauhkan konflik salah atau beda paham dengan urusan hal yang bersifat terlalu pribadi, tapi kebaikan universal kemanfaatan humanisnya yang dikedepankan.*
Salam Inovasi 🇮🇩
Wayan Supadno
Pak Tani
Belajar Nulis. Jika menyimak data fakta negara - negara maju proporsi usia petaninya justru yang muda makin mendominasi. Misal saja Jerman, Prancis dan lainnya petani mudanya justru di atas 70%. Terbalik dengan di Indonesia petani mudanya hanya 12% (BPS 2014) hasil sensus pertanian terakhir, yang diadakan tiap 10 tahun sekali.
Bahkan yang punya ilmu pertanianpun tidak mau bertani. Sekalipun APBN telah memberi anggaran triyunan rupiah/tahunnya untuk mendidiknya dengan segala fasilitas kampus dan pakar/ahli sebgai pendidiknya. Fenomena ini merupakan bahan analisa untuk meramal apa yang akan terjadi di masa mendatang, terkait insan intelektual pengelola sektor pertanian.
Begitu juga negara - negara yang teramat miskin alamnya. Maka logikanya mereka akan kesulitan pangan. Nyatanya justru merekalah saat ini jadi lumbung pangan dunia. Israel dan Ethiopia 65% lahanya tandus. Tapi kini jadi lumbung pangan dunia. Lahan tandus disulap jadi super subur berkelanjutan tiada hari tanpa panen berlimpah.
Negara - negara kecil juga begitu justru jadi perhatian dunia karena mampu jadi negara yang mampu mengalahkan negara besar luas subur. Misal saja Jepang, Belanda, Vietnam dan lainnya. Mereka sangat tinggi produktivitasnya. Yang berlahan sempit justru mengalahkan volumenya yang berlahan luas. Bahkan omset dan labanya juga begitu.
Semua di atas tentu berkat sukses membangun manusianya. Manusia mandiri, adaptif inovasi secepatnya dan dukungan iklim usaha yang merangsang makin gemar berusaha. Targetnya bukan lagi pasar di negaranya, apalagi di kampungnya. Melainkan pasar dunia. Mengagumkan ! Mereka berubah karena mau berubah.
*Mereka menjauhkan konflik salah atau beda paham dengan urusan hal yang bersifat terlalu pribadi, tapi kebaikan universal kemanfaatan humanisnya yang dikedepankan.*
Salam Inovasi 🇮🇩
Wayan Supadno
Pak Tani
Comments
Post a Comment