KOK TEKNOLOGI INOVASI ITU BERNAMA SUBSIDI DAN BANSOS
Beberapa sahabat saya orang Korea Selatan yang berdomisili di Cikarang. Mereka investor asing industri yang bahan bakunya sebagian impor dan lokal. Di antaranya mengkudu, bulu angsa, sayur organik.
Saat main ke rumah Cibubur pernah cerita kalau di Korea Selatan bukan mencari inovasi agar bisa subsidi apalagi bansos. Melainkan teknologi inovasi yang mereka miliki disubsidikan untuk masyarakat.
Contoh konkretnya, seorang dosen sekaligus sebagai peneliti di salah satu kampus. Selalu dirangsang agar mau terus tiada henti meneliti dan berinovasi.
Jika sudah dapat inovasi maka pemerintah mensubsidi dana jumlah tertentu, wujudnya utang tanpa bunga bank. Yang penggunaannya untuk proses komersialisasi inovasinya (industrialisasi).
Sehingga saatmya nanti inovasinya betul - betul membumi bermanfaat nyata untuk masyarakat luas, bahkan bisa jadi sumber passive income negara wujudnya pajak dan devisa.
Begitulah Korea Selatan cara memacu percepatan berinovasi dan hilirisasi (komersialisasi) nya. Sehingga para peneliti sejahtera karena dapat dari royalti karyanya sendiri dengan cara logis. Jadi pemacu pesatnya perkembangan inovasinya seperti Samsung dan lainnya.
Lalu Bagaimana dengan di Indonesia yang kita cintai ?
Seolah masih sibuk mencari inovasi agar bisa subsidi atau bansos.
Contoh konkretnya ;
1. Untuk pupuk kimia saja diberi subsidi selama 5 tahun sekitar Rp 150 trilyun dana dari APBN. Yang dapat orangnya tak jauh beda dari sebelumnya dan makin tidak punya mental upaya mandiri dengan kreatif inovatifnya.
2. Bansos sapi hingga trilyunan, tapi hasilnya tanpa kontrol dan evaluasi dengan baik benar. Bahkan kadang sapinya dijual lagi oleh masyarakat penerima. Bukan dibiakkan agar makin banyak.
Salam Inovasi Logis 🇮🇩
Wayan Supadno
Pak Tani
Beberapa sahabat saya orang Korea Selatan yang berdomisili di Cikarang. Mereka investor asing industri yang bahan bakunya sebagian impor dan lokal. Di antaranya mengkudu, bulu angsa, sayur organik.
Saat main ke rumah Cibubur pernah cerita kalau di Korea Selatan bukan mencari inovasi agar bisa subsidi apalagi bansos. Melainkan teknologi inovasi yang mereka miliki disubsidikan untuk masyarakat.
Contoh konkretnya, seorang dosen sekaligus sebagai peneliti di salah satu kampus. Selalu dirangsang agar mau terus tiada henti meneliti dan berinovasi.
Jika sudah dapat inovasi maka pemerintah mensubsidi dana jumlah tertentu, wujudnya utang tanpa bunga bank. Yang penggunaannya untuk proses komersialisasi inovasinya (industrialisasi).
Sehingga saatmya nanti inovasinya betul - betul membumi bermanfaat nyata untuk masyarakat luas, bahkan bisa jadi sumber passive income negara wujudnya pajak dan devisa.
Begitulah Korea Selatan cara memacu percepatan berinovasi dan hilirisasi (komersialisasi) nya. Sehingga para peneliti sejahtera karena dapat dari royalti karyanya sendiri dengan cara logis. Jadi pemacu pesatnya perkembangan inovasinya seperti Samsung dan lainnya.
Lalu Bagaimana dengan di Indonesia yang kita cintai ?
Seolah masih sibuk mencari inovasi agar bisa subsidi atau bansos.
Contoh konkretnya ;
1. Untuk pupuk kimia saja diberi subsidi selama 5 tahun sekitar Rp 150 trilyun dana dari APBN. Yang dapat orangnya tak jauh beda dari sebelumnya dan makin tidak punya mental upaya mandiri dengan kreatif inovatifnya.
2. Bansos sapi hingga trilyunan, tapi hasilnya tanpa kontrol dan evaluasi dengan baik benar. Bahkan kadang sapinya dijual lagi oleh masyarakat penerima. Bukan dibiakkan agar makin banyak.
Salam Inovasi Logis 🇮🇩
Wayan Supadno
Pak Tani
Comments
Post a Comment